Rumah Betang (sebutan untuk rumah adat di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), merupakan rumah yang dihuni oleh masyarakat Dayak.
Dengan ciri-ciri bentuk Panggung, memanjang. pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan Matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah Matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan hidup mulai dari Matahari tumbuh dan pulang ke rumah di Matahari padam.
Gambar Rumah betang
Contoh orang-orang dirumah betang
Sapundu adalah patung dari kayu yang diletakan didepan rumah betang.
Gambar sapundu
Di Kalimantan
Barat mulai dari Kota Pontianak dapat kita jumpai rumah adat
Dayak. Salah satunya berada di jalan Letjen Sutoyo. Walaupun hanya sebuah
Imitasi, tetapi rumah Betang ini, cukup aktif dalam menampung aktivitas kaum
muda dan sanggar seni Dayak. kemudian jika kita ke Arah Kabupaten landak, maka
kita akan menjumpai sebuah Rumah Betang Dayak di Kampung Sahapm Kec. Pahauman.
Kemudian jika kita ke Kabupaten Sanggau, maka kita dapat melihat Rumah Betang
di kampung Kopar Kecamatan Parindu, Kemudian selanjutnya jika kita ke kabupaten
Sekadau, maka kita dapat melihat rumah betang di Kampung Sungai Antu Hulu,
Kecamatan Belitang Hulu, Kemudian di kabupaten Sintang kita Dapat melihat rumah
Betang di Desa Ensaid panjang, Kecamatan Kelam, Kemudian Di Kapuas Hulu, Kita
juga dapat melihat Masih banyak rumah-rumah betang Dayak yang masih lestari.
Di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, rumah betang
sudah tidak ada yang asli
lagi, yang ada adalah yang sudah dibangun ulang. Di bagian paling hulu, rumah betang yang dibangun
kembali ada di Desa Tumbang Bukoi, Kecamatan Mandau Talawang. Di bagian hilir, rumah
betang yang dibangun kembali ada di Desa Sei Pasah, Kecamatan Kapuas Hilir[1].
Bangunan ini dibangun tidak jauh dari rumah betang asli yang sudah runtuh, tapi masih ada sisa-sisa
tiangnya.
Di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah ada
rumah betang asli yang dibangun sejak tahun 1870[2].
Letaknya di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir. Rumah ini menghadap Sungai
Kahayan dan memiliki pelabuhan yang siap menyambut kedatangan wisatawan melalui
sungai.
Rumah Banjar atau Rumah Ba'anjung adalah rumah tradisional suku Banjar. Pada umumnya arsitektur tradisional berciri-ciri antara lain memiliki perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris.
Rumah tradisional Banjar adalah jenis rumah khas
Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri sejak sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871,
pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan segel izin pembuatan Rumah Bubungan
Tinggi di kampung Sungai Jingah yang merupakan rumah tertua yang pernah
dikeluarkan segelnya.[1]
Umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun dengan beranjung (bahasa
Banjar: ba-anjung), yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan
dan kiri bangunan utama, karena itulah disebut Rumah Ba'anjung. Anjung
merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa jenis Rumah Banjar yang tidak beranjung. Jenis rumah
yang bernilai paling tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang diperuntukan
untuk bangunan Dalam Sultan
(kedaton) yang diberi nama Dalam Sirap. Dengan demikian, nilainya sama
dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai kedaton (istana kediaman
Sultan).[2]
Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan
kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan
bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam
suatu perkampungan suku Banjar, terdapat berbagai jenis rumah Banjar yang
mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam
kampung tersebut, rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran
sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas
air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di
daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering. Rumah Banjar
terdiri Rumah Banjar masa Kesultanan
Banjar dan Rumah Banjar masa kolonial.
Rumah Lamin
merupakan rumah adat dayak, khusunya yang berada di Klaimantan timur. Kata ’Rumah Lamin’ memililki arti rumah panjang kita semua, di mana rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar. Ciri dari rumah ini berbentuk panggung degan ketinggian kolong sampai 3 meter. Denahnya berbentuk segi empat memanjang dengan atap pelana. Bagian gevel diberi teritis dengan kemiringan curam. Tiang-tiang rumah terdiri dari dua bagian, bagian pertama menyangga rumah dari bawah sampai atap, bagian kedua merupakan tiang kecil yang mendukung balok-balok lantai panggung. Baik tiang utama maupun pendukung yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk patung-patung untuk mengusir gangguan roh jahat.
merupakan rumah adat dayak, khusunya yang berada di Klaimantan timur. Kata ’Rumah Lamin’ memililki arti rumah panjang kita semua, di mana rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar. Ciri dari rumah ini berbentuk panggung degan ketinggian kolong sampai 3 meter. Denahnya berbentuk segi empat memanjang dengan atap pelana. Bagian gevel diberi teritis dengan kemiringan curam. Tiang-tiang rumah terdiri dari dua bagian, bagian pertama menyangga rumah dari bawah sampai atap, bagian kedua merupakan tiang kecil yang mendukung balok-balok lantai panggung. Baik tiang utama maupun pendukung yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk patung-patung untuk mengusir gangguan roh jahat.
Ukuran rumah lamin dapat memiliki lebar 25 meter, sedang panjangnya sampai 200
meter. Karena panjangnya dapat terdapat beberapa pintu masuk yang dihubungkan
oleh beberapa tangga pula. Pintu masuk rumah berada pada sisi yang
memanjang.Ruang dalam rumah lamin terbagi menjadi dua bagian memanjang di sisi
depan dan belakang. Sisi depan merupakan ruangan terbuka untuk menerima tamu,
upacara adat dan tempat berkumpul keluarga. Bagian belakangnya terbagi menjadi
kamar-kamar luas, di mana satu kamar dapat dihuni oleh 5 keluarga.
Rumah lamin dihias dengan ornamentasi dan dekorasi yang memilik makna filosofis
khas adat dayak. Ornamentasi yang khusus dari rumah lamin milik bangsawan adalah
hiasan atap yang memiliki dimensi sampai 4 meter dan terletak di bubungan.
Warna-wara yang digunakan untuk rumah lamin juga memiliki makna tersendiri,
warna kuning melambangkan kewibawaan, warna merah melambangkan keberanian,
warna biru melambangkan loyalitas dan warna putih melambangkan kebersihan jiwa.
Pada halaman depan juga terdapat tonggak-tonggak kayu yang diukir berbentuk
patung. Tiang patung kayu yang terbesar dan tertinggi berada di tengah-tengah,
bernama ’sambang lawing’ yang dipergunakan untuk mengikat binatang korban yang
digunakan dalam upacara adat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar